Rabu, 25 Maret 2009

Terinspirasi dari kisah nyata

SERBUK PENYESALAN
CERPEN MUHAMMAD NURMAN

Wahid bak maling yang ketangkap basah dengan tatapan Sri yang tajam itu. Sayang istrinya itu tak bisa membaca kekesalannya. Serba salah memang. Ditanya, takut marah, didiamkan tambah sesak dada.

Malam belum mau tidur, Wahid baru pulang kerja dengan muka masam. Pintu dibiarkan terbuka hingga menganga, membiarkan sumsum tulang menggigil diterpa angin. Sri, beda dengan yang sudah-sudah, selalu menyuruhnya menutup pintu—dengan menggerutu tentu—hanya diam dan melakukannya sendiri sambil sekalian mentutup korden. Dia tahu ada yang tak beres dan berusaha supaya jangan sampai pecah perang dunia ketigabelas.

Tak bisasanya pula Wahid mengacuhkan si kecil Ana yang tiga hari lagi genap 11 bulan usianya. Tadi seharian Ana rewel dan tak mau digendong orang lain kecuali mamanya. Kelucuan Ana saat ini belum cukup menentramkannya.

Bungkam dan gelisah, Wahid mendesah. Sri berharap permasalahan Wahid hanya riak kecil di kantor dengan koleganya. Tidak berlarut-larut sampai ke tempat tidur. Masalahnya kini, tatapan Sri itu ......

Apalah artinya sebuah tatapan? Wahid menerawang jauh, masih membuang muka. Tiba-tiba terdengar suara letupan di TV, Ana kontan merengek meraung-raung dan bersamaan pula dengan itu, denting lonceng jam di sudut membuat Wahid streeess….

Selanjutnya? Ikuti kelanjutan cerita ini di e-book nurman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar