Rabu, 01 April 2009

Ada-ada saja!

DUA TUHAN
Cerpen Muhammad Nurman



Kabar yang beredar: Tuhan telah mati. Dia akan dimakamkan hari ini di pemakaman umum di kampung sekitar. Tidak diketahui pasti apakah ada sanak famili yang akan datang menghadiri pemakaman Tuhan atau tidak.

Ya, Tuhan terlalu lemah untuk bisa bertahan hidup lebih lama lagi karena kehabisan darah. Akhirnya dia menyerah direnggut malaikat maut. Dulu, sebelum dia jadi Tuhan, dan belum begitu di kenal sebagai Tuhan yang jadi bahan tertawaan itu, awalnya dia menjerit mengeluh perihal kehidupannya. Kemudian mengadu, merengek lantas mencari keberadaan Tuhan. Seperti apa sih Tuhan itu? Dia bertanya-tanya setiap waktu. Di mana Tuhan? Sedang ngapain? Mungkinkah Dia terus-terusan bersembunyi di persemayamanNya yang tinggi? Tempat yang tak pernah terjangkau oleh apa dan siapa pun juga.

Pada akhirnya dia berkesimpulan, siapa pun yang mencari Tuhan akan kecewa, karena Tuhan tidak akan pernah terjangkau dalam ruang dan waktu, Keberadaan Tuhan yang kunjung ditemukannya itu telah membuat dia penasaran. Penelusurannya akan keberadaan Tuhan berlangsung terus-menerus dan dengan cara yang beraneka ragam. Siang, pagi, malam dia mencari Tuhan. Dan lagi-lagi dia kecewa karena tidak pernah ditemukannya.

Lantas dia pun ikut pengajian yang khusus mencari keberadaan Tuhan yang bakalan memberinya informasi yang banyak tentang Tuhan seperti yang diinginkannya. Namun Tuhan seperti yang diinginkan hati dan digambarkan otak kabur di angkasa. Tak terjangkau, tak terhitung jaraknya. Lantas otaknya yang terbiasa dengan kreatifitas yang beragam menciptakan Tuhan karena frustrasi mencari persembunyiaanNya. Dan Tuhan dari hasil rekasayanya lahir dalam cita rasa beragam.

Ada Tuhan rasa strawberi, Tuhan berdasi, Tuhan montok dan Tuhan dalam lembaran rupiah. Begitulah, macam-macam Tuhan berproses dalam otaknya dan itu dengan awalan T besar—Tuhan.. Suatu zat yang Maha Kuasa, Maha segalanya. Mengerikan dan ini sungguh berbahaya. Kalau ketahuan majelis ulama otaknya bisa dibredel, atau dirajam oleh golongan garis keras dan dia bisa kena pasal-pasal yang membawanya ke penjara. Untungnya dia gila. Jadi sah sah saja dia mendifinisikan Tuhan seperi yang dia mau. Itu hak dia mau ketawa, menangis, berlari-lari, berguling-guling di tanah atau bicara sama tiang listrik, selama otaknya jauh dari kewarasan.

Selanjutnya ................ dapatkan cerita selanjutnya di e-book kumpulan cerpen karya Nurman

Rabu, 25 Maret 2009

Terinspirasi dari kisah nyata

SERBUK PENYESALAN
CERPEN MUHAMMAD NURMAN

Wahid bak maling yang ketangkap basah dengan tatapan Sri yang tajam itu. Sayang istrinya itu tak bisa membaca kekesalannya. Serba salah memang. Ditanya, takut marah, didiamkan tambah sesak dada.

Malam belum mau tidur, Wahid baru pulang kerja dengan muka masam. Pintu dibiarkan terbuka hingga menganga, membiarkan sumsum tulang menggigil diterpa angin. Sri, beda dengan yang sudah-sudah, selalu menyuruhnya menutup pintu—dengan menggerutu tentu—hanya diam dan melakukannya sendiri sambil sekalian mentutup korden. Dia tahu ada yang tak beres dan berusaha supaya jangan sampai pecah perang dunia ketigabelas.

Tak bisasanya pula Wahid mengacuhkan si kecil Ana yang tiga hari lagi genap 11 bulan usianya. Tadi seharian Ana rewel dan tak mau digendong orang lain kecuali mamanya. Kelucuan Ana saat ini belum cukup menentramkannya.

Bungkam dan gelisah, Wahid mendesah. Sri berharap permasalahan Wahid hanya riak kecil di kantor dengan koleganya. Tidak berlarut-larut sampai ke tempat tidur. Masalahnya kini, tatapan Sri itu ......

Apalah artinya sebuah tatapan? Wahid menerawang jauh, masih membuang muka. Tiba-tiba terdengar suara letupan di TV, Ana kontan merengek meraung-raung dan bersamaan pula dengan itu, denting lonceng jam di sudut membuat Wahid streeess….

Selanjutnya? Ikuti kelanjutan cerita ini di e-book nurman